Jumat, 15 Februari 2013

ZAKAT KEPADA ORANG TERDEKAT



Zakat kepada orang terdekat

adab zakat
Zakat kepada kerabat (orang terdekat)
Sebelumnya kita telah membahas delapan golongan yang berhak menerima zakat. Jika di antara kerabat ada yang termasuk orang yang berhak menerima zakat (misal fakir dan miskin), apakah kerabatnya bisa memberikan ia zakat? Berikut penjelasan selengkapnya.

Suami Memberi Zakat kepada Istrinya
Hal ini tidak dibolehkan berdasarkan ijma ulama (kesepakatan para ulama). Mayoritas ulama memberi alasan bahwa nafkah suami itu wajib bagi istri. Sehingga jika suami memberi pada istri, itu sama saja ia memberi pada dirinya sendiri.

Istri Memberi Zakat kepada Suaminya
Mengenai hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang tepat, istri boleh memberikan zakat untuk suami. Di antara dalilnya adalah hadits berikut:

ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ « أَىُّ الزَّيَانِبِ » . فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ . قَالَ « نَعَمِ ائْذَنُوا لَهَا » . فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ ، وَكَانَ عِنْدِى حُلِىٌّ لِى ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ »

Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam selesai berkhutbah, sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu Masud meminta izin kepada beliau, lalu dikatakan kepada beliau, Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ini adalah Zainab. Beliau bertanya, Zainab siapa?. Dikatakan, Zainab isteri dari Ibnu Masud. Beliau berkata, Oh ya, persilakanlah dia. Maka dia diizinkan kemudian berkata, Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Masud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq). Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ibnu Masud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah daripada mereka.
Alasan lainnya, istri tidak punya kewajiban memberi nafkah pada suami. Maka tidak mengapa memberi zakat kepada suami seakan-akan ia orang lain.

Memberi Zakat kepada Orang Tua dan Anak

Menyerahkan zakat kepada orang tua atau kepada anak yang tidak lagi ditanggung nafkahnya, jika mereka termasuk orang yang terlilit utang, budak mukatab (budak yang ingin merdeka dan perlu tebusan) atau ingin berperang di jalan Allah, maka itu dibolehkan berdasakan pendapat yang paling kuat.
Sedangkan jika orang tua dan anak tadi itu miskin dan ia tidak bertanggung jawab sama sekali dalam memberi nafkah pada mereka, diperbolehkan juga memberi zakat kepada mereka berdasarkan pendapat yang lebih kuat dan ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Jadi hal di atas dibolehkan jika mereka yang diberi zakat itu miskin dan orang yang  memberi zakat tidak mengambil manfaat sama sekali dari zakat yang telah ia serahkan.

Memberi Zakat kepada Kerabat
Boleh menyerahkan zakat kepada kerabat jika memang mereka betul-betul orang yang berhak menerima zakat yaitu termasuk delapan golongan sebagaimana yang telah dijelaskan. Bahkan kerabat lebih berhak mendapatkan zakat dari yang lainnya. Karena di situ ada pahala sedekah (zakat) sekaligus pahala menjalin hubungan kekerabatan (silaturahmi).
Dari Salman bin Amir, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.[6]



Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat.

sumber ; http://www.smbcumrohhaji.co.id/

zakat investasi


Zakat Investasi menurut Yusuf Qaradawi

adab zakat
Zakat merupakan ibadah mahdah dan ibadah mu`amalah ijtima`iyyah, atau ta`abbudi (perihal yang dogmatis) dan ta`aqquli (perihal yang rasional) yang  ijtihad dan qiyas berlaku di sana, maka hukumnya harus selalu dinamis, aktual, universal, dan kondisional sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai objek dan subjeknya. Yakni manusia sebagai pemberi dan penerima zakat, maka hukumnya harus aktual dan dinamis. Untuk itu dapat dilakukan rekonseptualisasi, redefinisi dan re/interpretasi terutama pada aspek-aspek substansi yang mengandung muatan dilalah  zanniyyah dan umum (`am). Nas-nas normatif yang melandasi konsep teoritik mengenai jenis harta kekayaan wajib zakat hanya mengemukakan ketentuan secara umum tentang jenis harta yang wajib dizakati dengan menggunakan kata amwal yang bermakna segala jenis harta, meskipun dalam Hadith, Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan beberapa nama dan jenis harta yang wajib dizakati seperti emas dan perak, harta perdagangan, hewan ternak, hasil pertanian dan rikaz ma`adin. Dari lima jenis harta yang disebutkan oleh Hadith dan dalam kitab-kitab fiqih klasik pada umumnya adalah bersifat kondisional dan terbatas. Penyebutan jenis harta kekayaan tersebut bukan sebagai penetapan yang mengecualikan, sehingga harta kekayaan lainnya tidak tergolong ke dalam jenis-jenis kekayaan yang dikenakan zakat.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  serta tingkat pertumbuhan ekonomi  modern, muncul pula berbagai jenis harta kekayaan baru yang lebih potensial dan produktif, baik berupa hasil penggalian potensi alam atau hasil eksploitasi kekayaan maupun hasil potensi sumberdaya manusia, meskipun jenis dan nama harta itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam al-Qur`an dan Hadis.
Kitab Fiqh al-Zakat karya Yusuf Qaradawi, dianggap sebagai salah satu karya ulama kontemporer yang representatif karena telah memuat beberapa persoalan- persoalan baru di bidang zakat yang muncul di kalangan umat Islam dewasa ini. Dari segi jenis harta kekayaan wajib zakat, Yusuf Qaradawi telah menjawab beberapa persoalan kekinian yang muncul kepermukaan, yaitu di mana beliau telah memasukkan produk-produk modern sebagai harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakat, seperti zakat saham dan obligasi, zakat penghasilan usaha profesi, zakat kekayaan investasi, dan lainnya. Batasan makna harta kekayaan wajib zakat diperluas cakupannya oleh Yusuf Qaradawi sehingga seluruh kekayaan yang bernilai, produktif dan mendatangkan keuntungan wajib dikenakan zakat.
Beranjak dari kenyataan di atas, penelitian ini berusaha menemukan metode istinbat yang digunakan Yusuf Qaradawi dalam menetapkan suatu hukum, dalil-dalil yang digunakan serta sejauh mana validitas dan konsistensi penerapan metode istinbat dalam memahami dalil tersebut untuk menghasilkan suatu hukum, terutama produk hukum yang berkaitan dengan zakat kekayaan investasi yang distilahkannya dengan zakat al-mustaghallat al-`imarat wa al-masani` wa nahwiha.
Kesimpulan bahwa Qaradawi menggunakan metode qiyas  dalam memperluas cakupan makna harta kekayaan wajib zakat, dengan melihat `illatnya yaitu al-nama` (berkembang dan produktif). Hal ini berawal dari metode bayani yakni didasarkan pada keumuman  ayat-ayat yang berhubungan dengan harta kekayaan wajib zakat yang telah disebutkan secara qat`i oleh dalil-dalil nas, kemudian kesimpulan dari bayani dita`lilikan.  Di samping itu Qaradawi menggunakan penalaran istislahi yaitu dengan mendeduksi tujuan-tujuan disyariatkan zakat secara umum.
Dengan mendasari pada metode dan `illat yang dijadikan alasan pada ketetapan kewajiban zakat kekayaan investasi, disimpulkan bahwa zakat kekayaan investasi dari segi persyaratan hawl diqiyaskan dengan zakat pertanian yaitu zakatnya dipungut pada saat menerima penghasilan atau keuntungan. Dari segi ketentuan nisabnya diqiyaskan dengan zakat uang. Sedangkan dari segi kadar pungutannya dengan ketentuan angka yang bervariasi yaitu antara: 10 %, 5 % , atau 2,5 %.

ZAKAT INVESTASI DALAM FIQH
dalam istilah fiqh biasa disebut zakat “Almustaghillat”.
Zakat tersebut dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi.
Diantara bentuk usaha yang termasuk investasi adalah; bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, dll.
Sebagian ulama Hanbali menganalogikan ke dalam zakat perdagangan, dengan tarif 2,5 % dan nishab 85 gram serta sampai haul.
Analogi Zakat Investasi
Sebagian ulama Maliki dan salaf seperti Ibnu Masud, Ibnu Abbas, dll menganalogikannya ke dalam zakat uang tapi diambil dari hasilnya saja, tanpa mensyaratkan haul dikeluarkan ketika menerimanya.
Para ulama kontemporer, seperti Abu Zahrah, Abdul wahab Kholaf, dan Yusuf Qordhowi, menganalogikannya ke dalam zakat pertanian yaitu dikeluarkan saat menghasilkan dari hasilnya, tanpa memasukkan unsur modal dengan tarif 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk penghasilan bersih.
Jika anda ingin tahu lebi jelas silahkan klik disini 
Sumber                : Sumber : pps.ar-raniry.ac.id
    :www.subkialbughury.com

Rabu, 06 Februari 2013

syarat sah zakat


SYARAT-SYARAT SAH ZAKAT,

adab zakat

Setiap kali orang melakukan ibadah, tentu harapannya diterima oleh Allah swt, sebagai amal baik, mendapat pahala berlipat ganda, yang akan ia petik di akherat kelak. Dan tak seorangpun mukmin menginginkan ibadahnya sia-sia. Apalagi bila ibadah itu berkaitan dengan yang sifatnya mengorbankan harta, maka harapan itu semakin tinggi, seiring dengan rasa “eman” yang merekatkan hubungan antara hati dan harta pada umumnya manusia. Zakat adalah ibadah fardhu yang utama dalam konteks ini. Demi mencapai kualitas ibadah zakat yang sempurna, mutlak harus diperhatikan syarat sah zakat dan adab menunaikan serta larangan-larangan yang berhubungan dengan pelaksanaan zakat.
Semua ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat sah zakat. Hal ini berdasar kepada sabda Rasulullah saw :
“sesungguhnya sahnya sebuah amal tergantung kepada niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkan…”(HR. Bukhari : 1)
Syarat sah zakatI. Niat. Sesuai yg telah dijelaskan bahwa  Niat merupakan syarat sahnya amal apa saja. "innamaal a'maalu binniyaat", kata sebuah hadis dan mungkin anda sudah sering mendengarnya
Termasuk juga zakat dan sedekah sunat lainnya. Dan niat itu tempatnya di hati, pekerjaannya hati. Tidak perlu diucapkan saat menyerahkan kepada yang berhak atau 'amil (panitia).
Niat wajib dalam hati. Sunnah melafadzkannya dalam madzhab syafi’i.
Niat untuk fitrah diri sendiri:
. Bacaan Niat Zakat Fitrah untuk diri Sendiri: (personality)
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى  "NAWAITU AN-UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI ‘ANNAFSII FARDHAN LILLAHI TA’AALAA"
Yang mempunyaiArti : "Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah atas diri saya Fardhu karena Allah Ta'ala"
Bacaan Niat Zakat Fitrah Untuk Istri :
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
"NAWAITU AN-UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI ‘AN ZAUJATII FARDHAN LILLAHI TA’AALAA"
Yang mempunyaiArti: "Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah atas Istri saya Fardhu karena Allah Ta'ala"
Bacaan Niat Zakat Fitrah Untuk anak laki atau Perempuan : نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ / بِنْتِيْفَرْضًا ِللهِ تَعَالَى"NAWAITU AN-UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI ‘AN WALADII… / BINTII… FARDHAN LILLAHI TA’AALAA"
Artinya : "Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah atas anak laki-laki saya (sebut namanya) / anak perempuan saya (sebut namanya), Fardhu karena Allah Ta'ala"
Bacaan Niat Zakat Fitrah Untuk Orang yang kita wakili :
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
"NAWAITU AN-UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI ‘AN (……) FARDHAN LILLAHI TA’AALAA"
Yang mempunyaiArti : "Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah atas.... (sebut nama orangnya), Fardhu karena Allah Ta'ala"

Bacaan Niat Zakat Fitrah untuk diri sendiri dan untuk semua orang yang ia tanggung nafkahnya.
    نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِّىْ وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِىْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
   "NAWAITU AN-UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI ‘ANNII WA ‘AN JAMII’I MAA YALZAMUNII NAFAQAATUHUM SYAR’AN FARDHAN LILLAHI TA’AALAA"
Artinya : "Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah atas diri saya dan atas sekalian yang saya dilazimkan (diwajibkan) memberi nafkah pada mereka secara syari’at, Fardhu karena Allah Ta'ala"

Cara niat zakat fitrah

a. Jika dikeluarkan sendiri, maka diniatkan ketika menyerahkannya kepada yang berhak atau setelah memisahkan beras sebagai fitrahnya. Apabila sudah diniatkan ketika dipisah maka tidak perlu diniatkan kembali ketika diserahkan kepada yang berhak.
b. Jika diwakilkan, diniatkan ketika menyerahkan kepada wakil atau memasrahkan niat kepada wakil. Apabila sudah diniatkan ketika menyerahkan kepada wakil maka tidak wajib bagi wakil untuk niat kembali ketika memberikan kepada yang berhak, namun lebih afdhol tetap meniatkan kembali, tetapi jika memasrahkan niat kepada wakil maka wajib bagi wakil meniatkannya.
II. Menyerahkan kepada orang yang berhak menerima zakat, yaitu ada 8 golongan yang sudah maklum.

Hal–hal yang perlu diperhatikan:

1. Tidak sah memberikan zakat fitrah untuk masjid.
2. Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid, pondok, LSM, dll (bukan BAZ) bukan termasuk amil zakat karena tidak ada lisensi dari pemerintah.
3. Fitrah yang dikeluarkan harus layak makan, tidak wajib yang terbaik tapi bukan yang jelek.
4. Istri yang mengeluarkan fitrah dari harta suami tanpa seizinnya  untuk orang yang wajib dizakati, hukumnya tidak sah.
5. Orang tua tidak bisa mengeluarkan fitrah anak yang sudah baligh dan mampu kecuali dengan izin anak secara jelas.
6. Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh hukumnya tidak sah (qobd-nya), karena yang meng-qobd harus orang yang sudah baligh.
7. Zakat fitrah harus dibagikan pada penduduk daerah dimana ia berada ketika terbenamnya matahari malam 1 Syawal. Apabila orang yang wajib dizakati berada di tempat yang berbeda sebaiknya diwakilkan kepada orang lain yang tinggal di sana untuk niat dan membagi fitrahnya.
8. Bagi penyalur atau panitia zakat fitrah, hendaknya berhati-hati dalam pembagian fitrah agar tidak kembali kepada orang yang mengeluarkan atau yang wajib dinafkahi, dengan cara seperti memberi tanda pada fitrah atau membagikan kepada blok lain.
9. Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) tetap wajib fitrah sekalipun dari hasil fitrah yang didapatkan jika dikategorikan mampu.
10. Fitrah yang diberikan kepada kyai atau guru ngaji hukumnya TIDAK SAH jika bukan termasuk dari 8 golongan mustahiq.
11. Anak yang sudah baligh dan tidak mampu (secara materi) sebab belajar ilmu wajib (fardlu ‘ain atau kifayah) adalah termasuk yang wajib dinafkahi, sedangkan realita yang ada mereka libur pada saat waktu wajib zakat fitrah. Oleh karena itu, caranya harus di-tamlikkan atau dengan seizinnya sebagaimana di atas.
12. Ayah boleh meniatkan fitrah seluruh keluarga yang wajib dinafkahi sekaligus. Namun banyak terjadi kesalahan, fitrah anak yang sudah baligh dicampur dengan fitrah keluarga yang wajib dinafkahi. Yang demikian itu tidak sah untuk fitrah anak yang sudah baligh. Oleh karena itu, ayah harus memisah fitrah mereka untuk di-tamlikkan atau seizin mereka sebagaimana keterangan di atas.
13. Fitrah dengan uang tidak sah menurut madzhab Syafi’i.
Pemahaman dan pengalaman terhadap syarat sah ini mutlak diperlukan, karena hal ini menjadi penentu sah atau tidaknya zakat, dimana tidak sahnya zakat berarti belum gugurnya kewajiban, yang berakibat kepada wajibnya penunaian ulang zakat tersebut. Tentu yang demikian ini tidak perlu terjadi, karena hanya akan memberatkan muzakki. Syarat-syarat itu adalah:

Faedah zakat


SEBAB zakat 
adab zakat
Zakat (Bahasa Arab: زكاة; transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam.
Zakat di wajibkan  di sebabkan karena mempunyai banyak sekali manfaat
1 mempunyai banyak sekali faedah
2 salah satu amalan yang banyak mengandung hikma
3 merupakan salah satu rukun islam

 1. Faedah zakat

adab zakat
Faedah agama (Diniyyah)
Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq "alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam" juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
Zakat merupakan sarana penghapus dosa.
Faedah akhlak (Khuluqiyah)
Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
Menjadi Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.
Faedah kesosialan (Ijtimaiyyah)
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.


Hikmah dari zakat antara lain:
Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
Untuk pengembangan potensi ummat
Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
Zakat dalam rukun islam
Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air.
Di antara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya



Rukun zakat fitri dan mall

Rukun dalam zakat mencakup rukun zakat fitri dan rukun zakat mall

adab zakat

 a)      Niat untuk menunaikan zakat  dengan ikhlas,semata-mata karena Allah swt.

Semua ulama bersepakat bahwa tempat niat adalah hati. Niat dengan hanya melafalkannya di lisan saja belum dianggap cukup. Melafalkan niat bukanlah suatu syarat, namun ia disunnahkan oleh jumhur ulama selain madzhab Maliki, dengan maksud untuk membantu hati dalam menghadirkan niat. Dengan kata lain, supaya ucapan lisan dapat membantu ingatnya hati. Bagi madzhab Maliki, yang terbaik adalah meninggalkan melafalkan niat, karena tidak ada dalil yang bersumber dari Rasulullah saw. dan sahabatnya bahwa mereka melafalkan niat. Begitu juga, tidak ada infor- masi yang mengatakan bahwa imam madzhab empat berpendapat demikian.

Sebab mengapa niat dalam semua ibadah harus di hati adalah, karena niat merupakan bentuk pengungkapan keikhlasan, dan ke- ikhlasan hanya ada dalam hati, atau karena hakikat niat adalah keinginan. Oleh sebab itu, apabila ada orang yang berniat dengan hati dan juga melafalkan dengan lisan, maka menurut jumhur dia telah melakukan niat dengan cara yang sempurna. Apabila dia melafalkan dengan lisan namun tidak berniat dalam hati, maka tidak mencukupi. Dan jika dia berniat dalam hati, namun tidak melafalkannya dengan lisan, maka niatnya itu cukup. Imam al-Baidhawi berkata, "Niat adalah perasaan hati yang terdorong oleh sesuatu yang ia anggap cocok baik sesuatu itu, berbentuk datangnya suatu manfaat atau tertolaknya suatu kerusakan, baik pada wak- tu sekarang maupun yang akan datang. Niat menurut syara’ dikhususkan untuk menunjuk kepada keinginan yang mengarah kepada perbuatan untuk mendapatkan rida Allah SWT, dan untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya."

Pembicaraan mengenai tempat niat menghasilkan dua poin kesimpulan, yaitu se-bagai berikut.
1. Niat tidak cukup hanya dengan menggunakan lisan tanpa ada keinginan di hati, karena Allah SWT berfirman, "Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas (mukhlishin) menaati- Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan sha- lat dan menunaikan zakat; dan yang demi-kian itulah agama yang lurus (benar)." (al-Bayyinah: 5)

Tempat ikhlas bukanlah di mulut, melainkan di hati, yaitu dengan cara berniat bahwa amalnya adalah ha-nya untuk Allah SWT saja. Dan juga, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Sesunggungnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap seseorang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya."
b)      Ada orang yang menunaikan zakat
Dijabarkan ada individu yang mendapatkan kewajiban untuk mengeluarkan zakat entah itu dalam bentuk barang ataupun harta
c)       Ada orang yang berhak menerima zakat
Yang berhak menerima
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60 yakni:
1.Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2.Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
3.Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
 4.Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya atau kaum kafir yang merupakan pendukung kaum Muslim.
5.Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya
6.Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya.
7.Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
8.Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
d) Ada barang atau harta yang di zakatkan
1bila zakat fitri: makanan pokok berupa beras,jagung,kurma,kismis,gandum,sagu dll
2.zakat mal (harta)  : Macam-macam zakat Mal dibedakan atas obyek zakatnya antara lain:
Hewan ternak. Meliputi semua jenis & ukuran ternak (misal: sapi,kerbau,kambing,domba,ayam)
Hasil pertanian. Hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
Emas dan Perak. Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun.
Harta Perniagaan. Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/korporasi.
Hasil Tambang(Ma'din). Meliputi hasil dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam perut bumi/laut dan memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara dan lain-lain.
Barang Temuan(Rikaz). Yakni harta yang ditemukan dan tidak diketahui pemiliknya (harta karun).
Zakat Profesi. Yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.

Selasa, 05 Februari 2013

Zakat ternak


Zakat ternak 
adab zakat
Zakat ini juga termasuk dalam kategori zakat mal (zakat harta) zakat ini meliputi hasil perternakan seperti daging,susu,kulit,telur dsb
Harta peternakan
Sapi, Kerbau ,Kuda.Kambing, Domba, Unggas , Perikanan dan Unta
Bukan hanya kategori nya yang bermacam macam namun cara penghitungan nisabnya juga bermacam macam Mengenai kewajiban zakat pada tiga jenis hewan ini dijelaskan dalam hadits Anas bin Malik mengenai surat Abu Bakr tentang zakat pertenakan
Hewan ternak dapat dibagi menjadi empat macam:

Hewan ternak yang diniatkan untuk diperdagangkan.
Hewan seperti ini dikenai zakat barang dagangan walau yang diperdagangkan cuma satu ekor kambing, satu ekor sapi atau satu ekor unta.
Hewan ternak yang diambil susu dan digembalakan
di padang rumput disebut sa-imah. Hewan seperti ini dikenai zakat jika telah mencapai nishob dan telah memenuhi syarat lainnya.
Hewan ternak yang diberi makan untuk diambil susunya dan diberi makan rumput (tidak digembalakan). Seperti ini tidak dikenai zakat karena tidak termasuk hewan yang diniatkan untuk diperdagangkan, juga tidak termasuk hewan sa-imah.
Hewan ternak yang dipekerjakan seperti untuk memikul barang dan menggarap sawah. Zakat untuk hewan ini adalah hasil upah dari jerih payah hewan tersebut jika telah mencapai haul dan nishob.[2]

Syarat wajib zakat hewan ternak:

Ternak tersebut ingin diambil susu, ingin dikembangbiakkan dan diambil minyaknya. Jadi, ternak tersebut tidak dipekerjakan untuk membajak sawah, mengairi sawah, memikul barang atau pekerjaan semacamnya. Jika ternak diperlakukan untuk bekerja, maka tidak ada zakat hewan ternak.
Ternak tersebut adalah sa-imah yaitu digembalakan di padang rumput yang mubah selama setahun atau mayoritas bulan dalam setahun. Yang dimaksud padang rumput yang mubah adalah padang rumput yang tumbuh dengan sendirinya atas kehendak Allah dan bukan dari hasil usaha manusia.
Telah mencapai nishob, yaitu kadar minimal dikenai zakat sebagaimana akan dijelaskan dalam tabel. Syarat ini sebagaimana berlaku umum dalam zakat.
Memenuhi syarat haul (bertahan di atas nishob selama setahun).
KADAR ZAKAT

Kadar wajib zakat pada unta
Nishob (jumlah unta)
Kadar wajib zakat
5-9 ekor               1 kambing (syah)
10- 14 ekor          2 kambing
15-19 ekor           3 kambing
20-24 ekor           4 kambing
25-35 ekor           1 bintu makhod (unta betina berumur 1 tahun)
36-45 ekor           1 bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)
46-60 ekor           1 hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)
61-75 ekor           1 jadza’ah (unta betina berumur 4 tahun)
76-90 ekor           2 bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)
91-120 ekor        2 hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)
121 ekor ke atas               setiap kelipatan 40: 1 bintu labun, setiap kelipatan 50: 1 hiqqoh

Kadar wajib zakat pada sapi
Nishob (jumlah sapi)
Kadar wajib zakat
30-39 ekor           1 tabi’ (sapi jantan berumur 1 tahun) atau tabi’ah (sapi betina berumur 1 tahun)
40-59 ekor           1 musinnah (sapi betina berumur 2 tahun)
60-69 ekor           2 tabi’
70-79 ekor           1 musinnah dan 1 tabi’
80-89 ekor           2 musinnah
90-99 ekor           3 tabi’
100-109 ekor      2 tabi’ dan 1musinnah
110-119 ekor      2 musinnah dan 1 tabi’
120 ke atas          setiap 30 ekor: 1 tabi’ atau tabi’ah, setiap 40 ekor: 1 musinnah


Kadar wajib zakat pada kambing (domba)Nishob (jumlah kambing)

Kadar wajib zakat
40-120 ekor        1 kambing dari jenis domba yang berumur 1 tahun atau 1 kambing dari jenis ma’iz yang berumur 2 tahun
121-200 ekor      2 kambing
201-300 ekor      3 kambing
301 ke atas setiap kelipatan seratus bertambah 1 kambing sebagai wajib zakat


ZAKAT RIKAZ



ZAKAT RIKAZ
adab zakat
ang temuan  (barang atau harta )
Secara syar’i, rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak atau harta lainnya
Barang Temuan (Rikaz) wajib dikeluarkan untuk barang yang ditemukan terpendam di dalam tanah, atau yang biasa disebut dengan harta karun
. Zakat barang temuan tidak ada persyaratn tentang   baik haul (lama penyimpanan) maupun nisab (jumlah minimal untuk terkena kewajiban zakat), sementara kadar zakatnya adalah sebesar seperlima atau 20% dari jumlah harta yang ditemukan.
 Jadi setiap mendapatkan harta temuan berapapun besarnya, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar seperlima dari besar total harta tersebut. Hadits yang mendasari kewajiban mengeluarkan zakat ini adalah
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: " .. dan pada rikaz (diwajibkan zakatnya) satu perlima. "
Saat ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan zakat. Tema zakat kali ini adalah zakat rikaz (harta karun) dan zakat ma'dan (pada barang tambang). Berapa besaran zakatnya, besar nishob dan berlakukah haul dalam zakat ini, nanti akan diulas secara sederhana dalam tulisan kali ini. Juga akan disinggung mengenai zakat pada hasil undian. Karena sebagian orang mewajibkannya dan menganalogikan dengan zakat harta karun.
.
Sedangkan ma’dan berarti menetap atau diam.
Sedangkan secara syar’i yang dimaksud ma’dan adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam bumi dan mempunyai nilai berharga. Ma’dan atau barang tambang di sini bisa jadi berupa padatan seperti emas, perak, besi, tembaga, timbal atau berupa zat cair seperti minyak bumi dan aspal.[1]

Demikian jumhur (mayoritas) ulama membedakan antara rikaz dan ma’dan, berbeda dengan ulama Hanafiyah. Sebagaimana dalam hadits dibedakan antara rikaz dan ma’dan,

وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).”[2]

Dalil wajibnya zakat rikaz dan ma’dan

Firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).”[3]
Membedakan harta yang ditemukan di dalam bumi[4]

Harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi tiga:

1. Harta yang memiliki tanda-tanda kaum kafir (non muslim) dan harta tersebut terbukti berasal masa jahiliyah (sebelum Islam) disebut rikaz.
2. Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke masa jahiliyah, maka dapat dibagi dua:
a. Jika ditemukan di tanah bertuan atau jalan bertuan disebut luqothoh (barang temuan).
b. Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak bertuan disebut kanzun (harta terpendam).

3. Harta yang berasal dari dalam bumi disebut ma’dan (barang tambang).
Macam-macam harta di atas memiliki hukum masing-masing.
Apa yang dilakukan terhadap barang temuan yang terpendam?[5]
Harta terpendam tidak terlepas dari lima keadaan, yaitu:
1. Ditemukan di tanah tak bertuan

Seperti ini menjadi milik orang yang menemukan. Nantinya ia akan mengeluarkan zakat sebesar 20% dan sisa 80% jadi miliknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai seseorang yang menemukan harta terpendam,
إن كنت وجدته في قرية مسكونة ، أو في سبيل ميتاء ، فعرفه ، وإن كنت وجدته في خربة جاهلية ، أو في قرية غير مسكونة ، أو غير سبيل ميتاء ، ففيه وفي الركاز الخمس
Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan, maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang temuan, pen). Sedankan jika engkau menemukannya di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar 20%.”[6]

2. Ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk

Seperti ini diperintahkan untuk mengumumkannya sebagaimana barang temuan (luqothoh). Jika datang pemiliknya, maka itu jadi miliknya. Jika tidak, maka menjadi milik orang yang menemukan sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya.
3. Ditemukan di tanah milik orang lain

Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
a. Tetap jadi milik si pemilik tanah. Demikian pendapat Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan, qiyas dari perkataan Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.
b. Menjadi milik orang yang menemukan. Inilah pendapat yang lain dari Imam Ahmad dan Abu Yusuf. Mereka berkata bahwa yang namanya harta terpendam bukanlah jadi milik si empunya tanah, namun menjadi milik siapa saja yang menemukan.
c. Dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengenai harta tersebut, maka itu jadi miliknya. Jika si pemilik tanah di mengenalnya, harta tersebut menjadi milik si pemilik tanah pertama kali. Demikian dalam madzhab Syafi’i.

4. Ditemukan di tanah yang telah berpindah kepemilikan dengan jalan jual beli atau semacamnya

Ada dua pendapat dalam masalah ini:

a. Harta seperti ini menjadi milik yang menemukan di tanah miliknya saat ini. Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad selama pemilik pertama tanah tersebut tidak mengklaimnya.

b. Harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya jika ia mengenal harta tersebut. Jika tidak dikenal, maka menjadi pemilik tanah sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak di antara pemilik tanah sebelumnya yang mengenalnya, maka perlakuannya seperti luqothoh (barang temuan).

5. Jika ditemukan di negeri kafir harbi (orang kafir yang boleh diperangi)

Jika ditemukan dengan cara orang kafir dikalahkan (dalam perang), maka status harta yang terpendam tadi menjadi ghonimah (harta rampasan perang).

Jika harta tersebut mampu dikuasai dengan sendirinya tanpa pertolongan seorang pun, maka ada dua pendapat:

a. Harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan. Demikian pendapat dalam madzhab Ahmad, mereka qiyaskan dengan harta yang ditemukan di tanah tak bertuan.

b. Jika harta tersebut dikenal oleh orang yang memiliki tanah tersebut yaitu orang kafir harbi dan ia ngotot mempertahankannya, maka status harta tersebut adalah ghonimah. Jika tidak dikenal dan tidak ngotot dipertahankan, maka statusnya seperti rikaz (harta karun). Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i, masing-masing mereka memiliki rincian dalam masalah ini.

Nishob dan haul dalam zakat rikaz

Tidak dipersyaratkan nishob dan haul dalam zakat rikaz. Sudah ada kewajiban zakat ketika harta tersebut ditemukan. Besar zakatnya adalah 20% atau 1/5. Demikian makna tekstual dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ

Zakat rikaz sebesar 20%”.[7] Inilah pendapat jumhur (mayoritas ulama).[8]

Di mana disalurkan zakat rikaz?

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa rikaz disalurkan pada orang yang berhak menerima zakat. Demikian pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad berkata, “Jika hanya diberikan rikaz tersebut kepada orang miskin, maka sah.”

Pendapat kedua menyatakan bahwa rikaz disalurkan untuk orang yang berhak menerima fai’ (harta milik kaum muslimin yang diperoleh dari orang kafir tanpa melakukan peperangan).

Kedua pendapat ini berasal dari dalil yang lemah. Oleh karena itu yang tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan kepada keputusan penguasa. Demikian pendapat Abu ‘Ubaid dalam Al Amwal.[9]

Zakat Barang Tambang

Apakah barang tambang termasuk dalam zakat rikaz? Masalah ini terdapat dua pendapat:

Pertama: Barang tambang yang terkena kewajiban adalah seluruh barang tambang baik emas, perak, tembaga, besi, timbal, minyak bumi. Barang tambang ini termasuk rikaz yang terkena kewajiban untuk dikeluarkan sebagian darinya dan masih diperselisihkan berapa persen yang dikeluarkan. Intinya, ada kewajiban untuk dikeluarkan dari barang tambang berdasarkan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267). Demikian pendapat jumhur ulama yang mewajibkan zakat pada seluruh barang tambang.

Kedua: Barang tambang yang terkena kewajiban hanyalah emas dan perak. Demikian salah satu pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam pendapatnya yang kedua. Alasan ulama Syafi’iyah sebagaimana dikemukakan oleh An Nawawi, “Dalil kami adalah karena tidak adanya dalil yang menunjukkan wajibnya. Sedangkan untuk barang tambang emas dan perak ada kewajiban zakat sebagaimana ada ijma’ (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Oleh karena itu tidak ada kewajiban zakat pada barang tambang lainnya.”[10]

Pendapat terakhir ini lebih dicenderungi. Jika pendapat ini yang dipilih, maka barang tambang baru dikenai zakat setelah mencapai nishob emas dan perak.

Waktu dan Kadar wajib zakat barang tambang

Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban zakat barang tambang adalah 1/40 atau 2,5%. Hal ini diqiyaskan dengan emas dan perak. Untuk emas, sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni. Untuk perak, sebesar 20 dirham atau 595 gram perak murni. Dan zakat tersebut dikeluarkan ketika ditemukan (saat itu juga) dan tidak ada hitungan haul.[11]

Adakah zakat hasil undian?

Sebagian orang menetapkan bahwa zakat undian atau “rezeki nomplok” sama dengan zakat rikaz yaitu dikeluarkan 20%. Ini jelas keliru karena mewajibkan sesuatu yang tidak wajib.

Zakat rikaz sebagaimana diterangkan di atas adalah bagi harta zaman jahiliyah (non muslim) yang terpendam dan ditemukan. Hasil undian tentu tidak demikian. Adapun harta temuan yang itu menjadi milik masyarakat muslim atau sejarahnya kembali ke zaman Islam, maka tidak disebut rikaz, akan tetapi masuk luqothoh (barang temuan). Dan dalam kitab-kitab fiqih di setiap mazhab telah dibedakan antara rikaz dari luqothoh. Status luqothoh adalah tetap milik pemilik yang sebenarnya dan asalnya bukan milik penemunya. Barang temuan semacam  ini diumumkan selama satu tahun. Jika ada pemiliknya maka diserahkan, sedangkan jika tidak maka boleh diambil oleh orang yang memungutnya.

Semoga bermanfaat, semoga Allah senantiasa memberikan kita keistiqomahan dalam menuntut ilmu, beramal sholih dan berdakwah.

Sumber : http://www.smbcumrohhaji.co.id/