Senin, 04 Februari 2013

TIngkatan kesadaran


Tingkat kesadaran mengenai Zakat 

adab zakat


Barangkali semua  bentuk penghasilan yang tergolong  menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesi masing-masing .Pekerjaan yang mampu  menghasilkan materi( uang )ada dua macam. Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan  yang   diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur,   advokat   seniman, penjahit, tukang kayu ,supir,tukang jamu ,tellerdan lain-lainnya.
Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-baik pemerintah,
perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak,
ataupun kedua- duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun
honorarium,payment.

Benarkah Ada keWajiban unutk megeluarkan zakat untuk  kedua macam penghasilan yang berkembang sekarang itu  
ataukah tidak ada kewajiban ?
 Bila  memang tergolong wajib, berapakah nisabnya, besar zakatnya, dan bagaimana tinjauan  ilmu fikih Islam
tentang  masalah-masalah itu?

Pertanyaan-pertanyaan di atas   perlu sekali memperoleh jawaban pada masa sekarang, supaya setiap kaum muslim  mengetahui kewajiban   dan haknya. Bentuk-bentuk penghasilan dengan bentuknya ,yang modern, volumenya yang besar, dan sumbernya yang luas itu, merupakan sesuatu yang
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. al-Baqarah[2]: 267).
Arti ayat di atas menjelaskan bahwa sebagian dari hasil usaha (harta) yang kita (anda dan saya)  peroleh melalui pekerjaan-pekerjaan kita wajib kita nafkahkan (keluarkan zakatnya/di bayarkan zakatnya ). Harta yang kita miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.

 Allah-lah yang kemudian melimpahkan amanah kepada para pemilik harta, agar dari harta itu dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian, harta(hasil usaha ) dalam pandangan Islam adalah amanah  yang di berikan pada hamba nya olehAllah SWT. Di sinilah sikap amanah harus dipupuk, sebab seorang muslim dituntut menyampaikan amanah kepada ahlinya. Di dalam khazanah hukum Islam barang-barang yang wajib dikeluarkan zakatnya terbagi dua. Yaitu yang sudah terdapat kesepakatan ‘ulama ( ijma’) dan yang masih diperselisihkan (ikhtilaf).

YANG PERTAMA 
adalah barang-barang yang dijelaskan secara eksplisit di dalam teks hadits, seperti zakat pertanian, peternakan, emas dan perak, perdagangan dan harta temuan ( rikaz). Barang-barang  tersebut  sudah dijelaskan secara  terperinci, baik mengenai kadar nishab-nya maupun kadar zakatnya.   Sedangkan yang kedua adalah yang tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam teks, yang merupakan perkembangan masyarakat, seperti zakat profesi dan jenis-jenis usaha baru yang menjanjikan[2].

Yang kedua
ini adalah merupakan wilayah ijtihad, sehingga wajar jika terjadi perbedaan di antara ‘ulama. Untuk bagian yang kedua ini pada umumnya ‘ulama mengambil dalil keumuman petunjuk Surat al-Baqarah (2): 267 sebagaimana disebutkan diatas. Makalah ini akan mencermati bentuk yang kedua, yaitu barang yang masih diperselisihkan oleh ‘ulama mengenai kewajiban zakatnya, khususnya zakat profesi.
. Hal ini tentu akan berpengaruh dalam praktek dan pelaksanaannya. Potensi zakat di Indonesia, berdasarkan hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center)  mengatakan potensi dana zakat di Indonesia, yang populasinya sekitar 87 persen muslim, sangat besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada 2007. Potensi ini meningkat 4,64 triliun dibanding tahun 2004 yang potensinya hanya sebesar 4,45 triliun. Berbeda dengan PIRAC, Alfath mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 20 triliun per tahun. Namun dari jumlah itu, yang tergali baru Rp 500 miliar per tahun (berdasarkan asumsi tahun 2006).
Sementara itu, untuk menumbuhkan dan menggalakkan kesadaran zakat di Indonesia, telah banyak terbit Peraturan Daerah (PERDA) Zakat di beberapa daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Tentunya hal ini adalah salah satu  upaya mengoptimalkan pemungutan serta pendayagunaan zakat. Keberadaan Undang-undang No. 38 Thn 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan UU No. 32 Thn 2004 tentang Otonomi daerah cukup menyulutkan kehadiran PERDA ini di beberapa daerah. Menurut Institut Manajemen zakat (IMZ)  sedikitnya ada 24 daerah yang telah memiliki PERDA Zakat[3].  Kita bisa menyebut contoh , seperti di Lombok Timur, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Tangerang, dan Cilegon. Hal ini merupakan keberhasilan yang  harus diapresiasi mengingat kesadaran berzakat di Indonesia masih sangat rendah.

Potensi zakat di Indonesia, berdasarkan hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center)  mengatakan potensi dana zakat di Indonesia, yang populasinya sekitar 87 persen muslim, sangat besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada 2007. Potensi ini meningkat 4,64 triliun dibanding tahun 2004 yang potensinya hanya sebesar 4,45 triliun. Berbeda dengan PIRAC, Alfath mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 20 triliun per tahun. Namun dari jumlah itu, yang tergali baru Rp 500 miliar per tahun (berdasarkan asumsi tahun 2006).

 

Sumber : http://www.smbcumrohhaji.co.id/

1 komentar:

  1. Artikelnya bermanfaat buat saya, visit juga ya http://shalat-wajib-fardlu.blogspot.com/

    BalasHapus