Jumat, 15 Februari 2013

zakat investasi


Zakat Investasi menurut Yusuf Qaradawi

adab zakat
Zakat merupakan ibadah mahdah dan ibadah mu`amalah ijtima`iyyah, atau ta`abbudi (perihal yang dogmatis) dan ta`aqquli (perihal yang rasional) yang  ijtihad dan qiyas berlaku di sana, maka hukumnya harus selalu dinamis, aktual, universal, dan kondisional sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai objek dan subjeknya. Yakni manusia sebagai pemberi dan penerima zakat, maka hukumnya harus aktual dan dinamis. Untuk itu dapat dilakukan rekonseptualisasi, redefinisi dan re/interpretasi terutama pada aspek-aspek substansi yang mengandung muatan dilalah  zanniyyah dan umum (`am). Nas-nas normatif yang melandasi konsep teoritik mengenai jenis harta kekayaan wajib zakat hanya mengemukakan ketentuan secara umum tentang jenis harta yang wajib dizakati dengan menggunakan kata amwal yang bermakna segala jenis harta, meskipun dalam Hadith, Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan beberapa nama dan jenis harta yang wajib dizakati seperti emas dan perak, harta perdagangan, hewan ternak, hasil pertanian dan rikaz ma`adin. Dari lima jenis harta yang disebutkan oleh Hadith dan dalam kitab-kitab fiqih klasik pada umumnya adalah bersifat kondisional dan terbatas. Penyebutan jenis harta kekayaan tersebut bukan sebagai penetapan yang mengecualikan, sehingga harta kekayaan lainnya tidak tergolong ke dalam jenis-jenis kekayaan yang dikenakan zakat.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  serta tingkat pertumbuhan ekonomi  modern, muncul pula berbagai jenis harta kekayaan baru yang lebih potensial dan produktif, baik berupa hasil penggalian potensi alam atau hasil eksploitasi kekayaan maupun hasil potensi sumberdaya manusia, meskipun jenis dan nama harta itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam al-Qur`an dan Hadis.
Kitab Fiqh al-Zakat karya Yusuf Qaradawi, dianggap sebagai salah satu karya ulama kontemporer yang representatif karena telah memuat beberapa persoalan- persoalan baru di bidang zakat yang muncul di kalangan umat Islam dewasa ini. Dari segi jenis harta kekayaan wajib zakat, Yusuf Qaradawi telah menjawab beberapa persoalan kekinian yang muncul kepermukaan, yaitu di mana beliau telah memasukkan produk-produk modern sebagai harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakat, seperti zakat saham dan obligasi, zakat penghasilan usaha profesi, zakat kekayaan investasi, dan lainnya. Batasan makna harta kekayaan wajib zakat diperluas cakupannya oleh Yusuf Qaradawi sehingga seluruh kekayaan yang bernilai, produktif dan mendatangkan keuntungan wajib dikenakan zakat.
Beranjak dari kenyataan di atas, penelitian ini berusaha menemukan metode istinbat yang digunakan Yusuf Qaradawi dalam menetapkan suatu hukum, dalil-dalil yang digunakan serta sejauh mana validitas dan konsistensi penerapan metode istinbat dalam memahami dalil tersebut untuk menghasilkan suatu hukum, terutama produk hukum yang berkaitan dengan zakat kekayaan investasi yang distilahkannya dengan zakat al-mustaghallat al-`imarat wa al-masani` wa nahwiha.
Kesimpulan bahwa Qaradawi menggunakan metode qiyas  dalam memperluas cakupan makna harta kekayaan wajib zakat, dengan melihat `illatnya yaitu al-nama` (berkembang dan produktif). Hal ini berawal dari metode bayani yakni didasarkan pada keumuman  ayat-ayat yang berhubungan dengan harta kekayaan wajib zakat yang telah disebutkan secara qat`i oleh dalil-dalil nas, kemudian kesimpulan dari bayani dita`lilikan.  Di samping itu Qaradawi menggunakan penalaran istislahi yaitu dengan mendeduksi tujuan-tujuan disyariatkan zakat secara umum.
Dengan mendasari pada metode dan `illat yang dijadikan alasan pada ketetapan kewajiban zakat kekayaan investasi, disimpulkan bahwa zakat kekayaan investasi dari segi persyaratan hawl diqiyaskan dengan zakat pertanian yaitu zakatnya dipungut pada saat menerima penghasilan atau keuntungan. Dari segi ketentuan nisabnya diqiyaskan dengan zakat uang. Sedangkan dari segi kadar pungutannya dengan ketentuan angka yang bervariasi yaitu antara: 10 %, 5 % , atau 2,5 %.

ZAKAT INVESTASI DALAM FIQH
dalam istilah fiqh biasa disebut zakat “Almustaghillat”.
Zakat tersebut dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi.
Diantara bentuk usaha yang termasuk investasi adalah; bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, dll.
Sebagian ulama Hanbali menganalogikan ke dalam zakat perdagangan, dengan tarif 2,5 % dan nishab 85 gram serta sampai haul.
Analogi Zakat Investasi
Sebagian ulama Maliki dan salaf seperti Ibnu Masud, Ibnu Abbas, dll menganalogikannya ke dalam zakat uang tapi diambil dari hasilnya saja, tanpa mensyaratkan haul dikeluarkan ketika menerimanya.
Para ulama kontemporer, seperti Abu Zahrah, Abdul wahab Kholaf, dan Yusuf Qordhowi, menganalogikannya ke dalam zakat pertanian yaitu dikeluarkan saat menghasilkan dari hasilnya, tanpa memasukkan unsur modal dengan tarif 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk penghasilan bersih.
Jika anda ingin tahu lebi jelas silahkan klik disini 
Sumber                : Sumber : pps.ar-raniry.ac.id
    :www.subkialbughury.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar