ang temuan (barang atau harta )
Secara syar’i, rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal
dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa
bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak atau harta
lainnya
Barang Temuan (Rikaz) wajib dikeluarkan untuk barang yang
ditemukan terpendam di dalam tanah, atau yang biasa disebut dengan harta karun
. Zakat barang temuan tidak ada persyaratn tentang baik haul (lama penyimpanan) maupun nisab
(jumlah minimal untuk terkena kewajiban zakat), sementara kadar zakatnya adalah
sebesar seperlima atau 20% dari jumlah harta yang ditemukan.
Jadi setiap
mendapatkan harta temuan berapapun besarnya, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar
seperlima dari besar total harta tersebut. Hadits yang mendasari kewajiban
mengeluarkan zakat ini adalah
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
" .. dan pada rikaz (diwajibkan zakatnya) satu perlima. "
Saat ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan zakat.
Tema zakat kali ini adalah zakat rikaz (harta karun) dan zakat ma'dan (pada
barang tambang). Berapa besaran zakatnya, besar nishob dan berlakukah haul
dalam zakat ini, nanti akan diulas secara sederhana dalam tulisan kali ini.
Juga akan disinggung mengenai zakat pada hasil undian. Karena sebagian orang
mewajibkannya dan menganalogikan dengan zakat harta karun.
.
Sedangkan ma’dan berarti menetap atau diam.
Sedangkan secara syar’i yang dimaksud ma’dan adalah segala
sesuatu yang berasal dari dalam bumi dan mempunyai nilai berharga. Ma’dan atau
barang tambang di sini bisa jadi berupa padatan seperti emas, perak, besi,
tembaga, timbal atau berupa zat cair seperti minyak bumi dan aspal.[1]
Demikian jumhur (mayoritas) ulama membedakan antara rikaz dan
ma’dan, berbeda dengan ulama Hanafiyah. Sebagaimana dalam hadits dibedakan
antara rikaz dan ma’dan,
وَالْمَعْدِنُ
جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ
الْخُمُسُ
“Barang tambang (ma’dan) adalah
harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5
(20%).”[2]
Dalil wajibnya zakat rikaz dan ma’dan
Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah:
267).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
وَالْمَعْدِنُ
جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ
الْخُمُسُ
“Barang tambang (ma’dan) adalah
harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5
(20%).”[3]
Membedakan harta yang ditemukan di dalam bumi[4]
Harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi
tiga:
1. Harta yang memiliki tanda-tanda kaum kafir (non muslim)
dan harta tersebut terbukti berasal masa jahiliyah (sebelum Islam) disebut
rikaz.
2. Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke
masa jahiliyah, maka dapat dibagi dua:
a. Jika ditemukan di tanah bertuan atau jalan bertuan
disebut luqothoh (barang temuan).
b. Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak
bertuan disebut kanzun (harta terpendam).
3. Harta yang berasal dari dalam bumi disebut ma’dan (barang
tambang).
Macam-macam harta di atas memiliki hukum masing-masing.
Apa yang dilakukan terhadap barang temuan yang terpendam?[5]
Harta terpendam tidak terlepas dari lima keadaan, yaitu:
1. Ditemukan di tanah tak bertuan
Seperti ini menjadi milik orang yang menemukan. Nantinya ia
akan mengeluarkan zakat sebesar 20% dan sisa 80% jadi miliknya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai seseorang yang menemukan
harta terpendam,
إن كنت وجدته في
قرية مسكونة ، أو
في سبيل ميتاء ،
فعرفه ، وإن كنت
وجدته في خربة جاهلية
، أو في
قرية غير مسكونة ،
أو غير سبيل ميتاء
، ففيه وفي
الركاز الخمس
“Jika engkau menemukan harta
terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan, maka umumkanlah
(layaknya luqothoh atau barang temuan, pen). Sedankan jika engkau menemukannya
di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum
Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak
bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar
20%.”[6]
2. Ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk
Seperti ini diperintahkan untuk mengumumkannya sebagaimana
barang temuan (luqothoh). Jika datang pemiliknya, maka itu jadi miliknya. Jika
tidak, maka menjadi milik orang yang menemukan sebagaimana disebutkan dalam
hadits sebelumnya.
3. Ditemukan di tanah milik orang lain
Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
a. Tetap jadi milik si pemilik tanah. Demikian pendapat Abu
Hanifah, Muhammad bin Al Hasan, qiyas dari perkataan Imam Malik, dan salah satu
pendapat dari Imam Ahmad.
b. Menjadi milik orang yang menemukan. Inilah pendapat yang
lain dari Imam Ahmad dan Abu Yusuf. Mereka berkata bahwa yang namanya harta
terpendam bukanlah jadi milik si empunya tanah, namun menjadi milik siapa saja
yang menemukan.
c. Dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengenai harta
tersebut, maka itu jadi miliknya. Jika si pemilik tanah di mengenalnya, harta
tersebut menjadi milik si pemilik tanah pertama kali. Demikian dalam madzhab
Syafi’i.
4. Ditemukan di tanah yang telah berpindah kepemilikan
dengan jalan jual beli atau semacamnya
Ada dua pendapat dalam masalah ini:
a. Harta seperti ini menjadi milik yang menemukan di tanah
miliknya saat ini. Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan pendapat yang
masyhur dari Imam Ahmad selama pemilik pertama tanah tersebut tidak
mengklaimnya.
b. Harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya
jika ia mengenal harta tersebut. Jika tidak dikenal, maka menjadi pemilik tanah
sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak di antara pemilik tanah
sebelumnya yang mengenalnya, maka perlakuannya seperti luqothoh (barang
temuan).
5. Jika ditemukan di negeri kafir harbi (orang kafir yang
boleh diperangi)
Jika ditemukan dengan cara orang kafir dikalahkan (dalam
perang), maka status harta yang terpendam tadi menjadi ghonimah (harta rampasan
perang).
Jika harta tersebut mampu dikuasai dengan sendirinya tanpa
pertolongan seorang pun, maka ada dua pendapat:
a. Harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan.
Demikian pendapat dalam madzhab Ahmad, mereka qiyaskan dengan harta yang
ditemukan di tanah tak bertuan.
b. Jika harta tersebut dikenal oleh orang yang memiliki
tanah tersebut yaitu orang kafir harbi dan ia ngotot mempertahankannya, maka
status harta tersebut adalah ghonimah. Jika tidak dikenal dan tidak ngotot
dipertahankan, maka statusnya seperti rikaz (harta karun). Demikian pendapat
Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i, masing-masing mereka memiliki rincian dalam
masalah ini.
Nishob dan haul dalam zakat rikaz
Tidak dipersyaratkan nishob dan haul dalam zakat rikaz.
Sudah ada kewajiban zakat ketika harta tersebut ditemukan. Besar zakatnya
adalah 20% atau 1/5. Demikian makna tekstual dari sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Zakat rikaz sebesar 20%”.[7] Inilah
pendapat jumhur (mayoritas ulama).[8]
Di mana disalurkan zakat rikaz?
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Pendapat
pertama menyatakan bahwa rikaz disalurkan pada orang yang berhak menerima
zakat. Demikian pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad berkata,
“Jika hanya diberikan rikaz tersebut kepada orang miskin, maka sah.”
Pendapat kedua menyatakan bahwa rikaz disalurkan untuk orang
yang berhak menerima fai’ (harta milik kaum muslimin yang diperoleh dari orang
kafir tanpa melakukan peperangan).
Kedua pendapat ini berasal dari dalil yang lemah. Oleh
karena itu yang tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan kepada keputusan
penguasa. Demikian pendapat Abu ‘Ubaid dalam Al Amwal.[9]
Zakat Barang Tambang
Apakah barang tambang termasuk dalam zakat rikaz? Masalah
ini terdapat dua pendapat:
Pertama: Barang tambang yang terkena kewajiban adalah
seluruh barang tambang baik emas, perak, tembaga, besi, timbal, minyak bumi.
Barang tambang ini termasuk rikaz yang terkena kewajiban untuk dikeluarkan
sebagian darinya dan masih diperselisihkan berapa persen yang dikeluarkan.
Intinya, ada kewajiban untuk dikeluarkan dari barang tambang berdasarkan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah:
267). Demikian pendapat jumhur ulama yang mewajibkan zakat pada seluruh barang
tambang.
Kedua: Barang tambang yang terkena kewajiban hanyalah emas
dan perak. Demikian salah satu pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam
pendapatnya yang kedua. Alasan ulama Syafi’iyah sebagaimana dikemukakan oleh An
Nawawi, “Dalil kami adalah karena tidak adanya dalil yang menunjukkan wajibnya.
Sedangkan untuk barang tambang emas dan perak ada kewajiban zakat sebagaimana
ada ijma’ (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Oleh karena itu tidak ada
kewajiban zakat pada barang tambang lainnya.”[10]
Pendapat terakhir ini lebih dicenderungi. Jika pendapat ini
yang dipilih, maka barang tambang baru dikenai zakat setelah mencapai nishob
emas dan perak.
Waktu dan Kadar wajib zakat barang tambang
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban zakat barang
tambang adalah 1/40 atau 2,5%. Hal ini diqiyaskan dengan emas dan perak. Untuk
emas, sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni. Untuk perak, sebesar 20 dirham
atau 595 gram perak murni. Dan zakat tersebut dikeluarkan ketika ditemukan
(saat itu juga) dan tidak ada hitungan haul.[11]
Adakah zakat hasil undian?
Sebagian orang menetapkan bahwa zakat undian atau “rezeki
nomplok” sama dengan zakat rikaz yaitu dikeluarkan 20%. Ini jelas keliru karena
mewajibkan sesuatu yang tidak wajib.
Zakat rikaz sebagaimana diterangkan di atas adalah bagi
harta zaman jahiliyah (non muslim) yang terpendam dan ditemukan. Hasil undian
tentu tidak demikian. Adapun harta temuan yang itu menjadi milik masyarakat
muslim atau sejarahnya kembali ke zaman Islam, maka tidak disebut rikaz, akan
tetapi masuk luqothoh (barang temuan). Dan dalam kitab-kitab fiqih di setiap
mazhab telah dibedakan antara rikaz dari luqothoh. Status luqothoh adalah tetap
milik pemilik yang sebenarnya dan asalnya bukan milik penemunya. Barang temuan
semacam ini diumumkan selama satu tahun.
Jika ada pemiliknya maka diserahkan, sedangkan jika tidak maka boleh diambil
oleh orang yang memungutnya.
Semoga bermanfaat, semoga Allah senantiasa memberikan kita
keistiqomahan dalam menuntut ilmu, beramal sholih dan berdakwah.
Sumber :
http://www.smbcumrohhaji.co.id/